“Child is the Father of the Man”
Kalimat
di atas adalah sepenggal sajak dari William Wordsworth yang berjudul "My
Heart Leaps Up."
Penggalan
sajak tersebut mengingatkan kita kepada natur kita, bahwa setiap manusia dewasa
adalah seorang anak yang tumbuh dan berkembang. Seorang anak yang dahulu makan
lewat suapan ibunya, kini menggunakan sendok dan garpu. Bocah kecil yang dahulu
menangis meminta uang untuk membeli mainan, kini bekerja keras untuk
mengumpulkan uang demi melanjutkan hidup. Bukankah itu anda dan saya?
Sejatinya,
kita semua pernah ada dalam masa-masa itu. Masa saat kita adalah anak-anak. Anak-anak,
menurut Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 22 Tahun 2003 adalah manusia yang
umurnya belum mencapai 18 tahun. Rentang usia anak yang relatif muda menyebabkan anak adalah kelompok usia
yang rentan terhadap berbagai masalah. Anak memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk
menjamin tumbuh kembang mereka. Setiap anak juga berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Tidak
terjaminnya pemenuhan kebutuhan dan hak anak membuat kecenderungan terganggunya
keberfungsian sosial (social functioning)
anak. Keberfungsian sosial dapat dikatakan sebagai “Kemampuan individu, keluarga, ataupun kelompok kecil untuk menjalankan
peran sosialnya sesuai dengan harapan lingkungannya” (Isbandi Rukminto Adi).
Seperti orang dewasa, seorang anak juga memiliki peran sosial yang harus dijalankannya,
seperti menjadi pelajar, teman sebaya, dan anggota dari sebuah keluarga. Tetapi,
tidak jarang kita melihat anak-anak yang mengalami disfungsi sosial. Anak yang
putus sekolah, anak yang terlibat tawuran, anak jalanan, pekerja anak, -yang jumlahnya
semakin meroket- bukanlah peran sosial anak yang sesuai dengan harapan
lingkungan.
Bila diandaikan, kursi saja
eksistensinya membawa
manfaat. Kursi punya peran. Perannya menjadi tempat duduk untuk orang
yang
letih, orang yang ingin makan, orang yang bekerja di kantor, dan banyak
lagi. Bisa bayangkan sebuah kursi, tempat biasa kita meletakkan beban
tubuh, mengalami
kerusakan pada kaki atau dudukannya? Dampaknya, kursi tersebut tidak bisa digunakan
dan
tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan penikmatnya. Itu hanya pengandaian
sederhana tentang fungsi dan peran.
Jika diimplikasikan dengan kehidupan anak, seorang
anak akan dapat menjalankan fungsi sosialnya ketika ia dalam kondisi sejahtera
(well-being), atau dengan kata lain:
mendapat kasih sayang yang cukup, mendapat nutrisi yang sesuai, mendapatkan
perlindungan, serta terpenuhi hak dan kebutuhannya.
Ketika seorang anak terpenuhi hak dan kebutuhannya, maka
ia akan dapat berfungsi secara sosial. Mereka akan belajar dengan baik dan
berkembang secara optimal dengan seluruh potensi mereka.
Kembali pada penggalan sajak di atas, “Child is the Father of the Man”.
Jika anak adalah bakal manusia -dewasa-, Manusia seperti
apa yang akan tumbuh dari seorang anak yang mengalami kesejahteraan dan
berfungsi secara sosial? Saya akan menjawabnya sekaligus menutup artikel ini: Manusia
yang akan menjadi Agen Perubahan!
http://jakarta.kompasiana.com/sosial-budaya/2013/07/09/child-is-the-father-of-the-man-575139.html
http://jakarta.kompasiana.com/sosial-budaya/2013/07/09/child-is-the-father-of-the-man-575139.html