Senin, 08 Juli 2013

Child is the Father of the Man!




 
“Child is the Father of the Man”
 
Kalimat di atas adalah sepenggal sajak dari William Wordsworth yang berjudul "My Heart Leaps Up."
Penggalan sajak tersebut mengingatkan kita kepada natur kita, bahwa setiap manusia dewasa adalah seorang anak yang tumbuh dan berkembang. Seorang anak yang dahulu makan lewat suapan ibunya, kini menggunakan sendok dan garpu. Bocah kecil yang dahulu menangis meminta uang untuk membeli mainan, kini bekerja keras untuk mengumpulkan uang demi melanjutkan hidup. Bukankah itu anda dan saya?

Sejatinya, kita semua pernah ada dalam masa-masa itu. Masa saat kita adalah anak-anak. Anak-anak, menurut Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 22 Tahun 2003 adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Rentang usia anak yang relatif muda menyebabkan anak adalah kelompok usia yang rentan terhadap berbagai masalah. Anak memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menjamin tumbuh kembang mereka. Setiap anak juga berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Tidak terjaminnya pemenuhan kebutuhan dan hak anak membuat kecenderungan terganggunya keberfungsian sosial (social functioning) anak. Keberfungsian sosial dapat dikatakan sebagai “Kemampuan individu, keluarga, ataupun kelompok kecil untuk menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan lingkungannya” (Isbandi Rukminto Adi). Seperti orang dewasa, seorang anak juga memiliki peran sosial yang harus dijalankannya, seperti menjadi pelajar, teman sebaya, dan anggota dari sebuah keluarga. Tetapi, tidak jarang kita melihat anak-anak yang mengalami disfungsi sosial. Anak yang putus sekolah, anak yang terlibat tawuran, anak jalanan, pekerja anak, -yang jumlahnya semakin meroket- bukanlah peran sosial anak yang sesuai dengan harapan lingkungan.

Bila diandaikan, kursi saja eksistensinya membawa manfaat. Kursi punya peran. Perannya menjadi tempat duduk untuk orang yang letih, orang yang ingin makan, orang yang bekerja di kantor, dan banyak lagi. Bisa bayangkan sebuah kursi, tempat biasa kita meletakkan beban tubuh, mengalami kerusakan pada kaki atau dudukannya? Dampaknya, kursi tersebut tidak bisa digunakan dan tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan penikmatnya. Itu hanya pengandaian sederhana tentang fungsi dan peran.

Jika diimplikasikan dengan kehidupan anak, seorang anak akan dapat menjalankan fungsi sosialnya ketika ia dalam kondisi sejahtera (well-being), atau dengan kata lain: mendapat kasih sayang yang cukup, mendapat nutrisi yang sesuai, mendapatkan perlindungan, serta terpenuhi hak dan kebutuhannya. 

Ketika seorang anak terpenuhi hak dan kebutuhannya, maka ia akan dapat berfungsi secara sosial. Mereka akan belajar dengan baik dan berkembang secara optimal dengan seluruh potensi mereka. 

Kembali pada penggalan sajak di atas, “Child is the Father of the Man”.
Jika anak adalah bakal manusia -dewasa-, Manusia seperti apa yang akan tumbuh dari seorang anak yang mengalami kesejahteraan dan berfungsi secara sosial? Saya akan menjawabnya sekaligus menutup artikel ini: Manusia yang akan menjadi Agen Perubahan!

http://jakarta.kompasiana.com/sosial-budaya/2013/07/09/child-is-the-father-of-the-man-575139.html

worldvision

Tidak ada komentar:

Posting Komentar